Perempuan adalah ‘magma’ untuk hampir semua profesi. Ketika takdir membawa mereka sebagai penulis, ramuan antara realitas dan imajinasi menjadi lebih kaya oleh sentuhan emosi, bahkan memberi banyak kejutan. Dan seperti magma pula, dalam peta sastra kerap luput oleh dominasi laki-laki yang menggunung. Buku ini membuktikan bahwa tak sedikit perempuan penulis di Indonesia, dan banyak di antara mereka berawal dari cerpenis/novelis remaja
Itulah pendapatku ketika naskah buku Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia disodorkan oleh Kurniawan Junaedhie (selanjutnya KJ) kepadaku.Secara softcopymaupun hardcopy. Namun sebelum itu, ia memang sudah berancang-ancang lama untuk menyusun nama perempuan penulis, kukira dengan dua alasan: (1) sepanjang dua tahun belakangan, bergaul dengan banyak perempuan yang agak mendadak menjadi penyair dan fiksiwati, (2) ingin membuat para hawa yang berbakat, setengah berbakat, dan memiliki minat berat terhadap penulisan itu tercatat. Artinya, KJ ini memang tekun sebagai pemerhati, bak ketika dia aktif dengan anthurium-nya. Selain itu, ada sebuah celah untuk mencetak sejarah secara ringkas namun bermanfaat bagi banyak orang (terutama) yang ingin meneliti tentang sastra dari sisi penulis perempuan.
Ide yahud, kurasa. Buku ini jadi penting. Penyusunnya akan bertambah penting, dan profil yang terhimpun di dalamnya berada pada posisi dipentingkan. Bersyukur aku memiliki dua. Satu kuberikan kepada teman yang namanya tercantum di dalamnya. Sebagaimana pernah kukatakan dalam status FB di Hari Kartini, selalu terbukti bahwa tulisan lebih kuat menorehkan jejak ketimbang benda tajam lainnya. Kukira, buku ini bakal dikenang dan disukai, terutama oleh tokoh-tokoh yang tertera di sana.
Dan aku tersanjung oleh “ucapan” KJ dalam pengantarnya: "Pada gilirannya selaku penyusun buku ini, saya harus mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak. Utamanya kepada sejawat yang budiman Adri Darmadji Woko dan Kurnia Effendi. Merekalah yang selama penyusunan buku ini berlangsung, menjadi supervisor saya. Bukan menjadi rahasia umum lagi, di samping memiliki koleksi buku yang lumayan, kedua sejawat saya tersebut memang dikenal memiliki ingatan tajam dan pengetahuan luas tentang khasanah kepenulisan sesuai minat masing-masing."
Berlebihan sih. Mas Adri menyukai puisi, aku menggemari cerpen. Bukan berarti hebat. Tetapi kecintaan kami terhadap sastra ternyata ada manfaatnya bagi KJ. Jadi kupersilakan saja ketika KJ berniat singgah ke Rumah Anggit untuk menelisik satu per satu buku milikku (setelah sebelumnya ke rumah Mas Adri). Dan memang, tanpa disadari aku ikut berpikir: siapa lagi ya? Setidaknya kemudian kuusulkan nama-nama seperti Kembangmanggis, Katyusha, Judith, Reda Gaudiamo (yang selama ini dikira cowok oleh KJ), Vivi Diani Savitri, Rita Achdris, Riana Ambarsari, Wikan Satriati….
Cara kerja KJ begitu lekas, gegas. Tidur menjelang pagi, pagi-pagi sudah kelayapan lagi, di antaranya ke pusdok HB Jassin. Obsesif. Tak mau menunda. Kritis. Blitzkrieg. Tapi untuk tidak terlalu serampangan. Selalu ada target waktu, spontan, agak gila, tapi realistis. Ah, aku ingat betul bagaimana dia dulu bersama Seno Gumira, Noorca, Dharnoto, membikin majalah yang dua per tiga berisi gambar: Jakarta Jakarta. Seru!
Kini buku itu sudah usai dan aku yakin telah beredar luas. Peluncurannya kalau tak salah mengambil tempat di Jepara bertepatan dengan tanggal lahir Bunda Raden Ajeng Kartini. Aku tak perlu menjelaskan bagaimana buku ini suatu saat akan menjadi pegangan wajib mahasiswa fakultas sastra, namun yang lebih gawat adalah: buku ini akan membuat para perempuan yang tak kunjung menulis, luput dari catatan KJ.
Salam hangat
Kurnia Effendi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar