Kumpulan Puisi Kwek Li Na
118 hal + X
Cetakan Pertama, Agustus 2010
Editor: Kurniawan Junaedhie
ISBN: 978-602-96333-7-5
Saya menemukan nama Kwek Li Na hampir setahun lalu ketika saya sedang menyiapkan buku antologi puisi perempuan yang menulis puisi di Facebook. Siapa Kwek Li Na? Nama ini terus terang saja nyaris jarang dipercakapkan dalam perbincangan sastra di kota saya, Jakarta. Tapi orang ini, ternyata sangat produktif menulis puisi di halaman Facebook. Siapa Kwek Li Na?
-
Dalam blognya, ia menulis: Saya bermarga Kwok (baca dalam bahasa Mandarin) atau Kwek (baca dalam bahasa Hokkien). Bernama Li Na. Dalam bahasa mandarin penulisannya 郭 莉 娜 . Yang berarti, sekuntum melati yang putih, indah, harum mewangi. Kenapa bukan Mawar? Mengutip pepatah, ia mencoba menghibur diri bahwa, wanita tak perlu secantik mawar, cukuplah secantik melati yang tak berduri.
-
Dia lahir di Semitau, Kalimantan Barat, dengan nama panggilan, A Ling, nama kecil, sekaligus nama yang dikenal keluarga dan teman-teman dekatnya. Dimanakah Semitau? Kalau kita menyimak literatur, maka daerah itu merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Bahasa aslinya, adalah bahasa Dayak. Orangtuanya sendiri berbahasa Khek dan di rumah ia lebih banyak berbahasa Dayak Kapuas Hulu. Dengan demikian, ketika ia menulis puisi dalam bahasa Indonesia, bisa dipastikan ia menulis puisi tidak menggunakan bahasa ibunya.
-
Jadi darimana A Ling punya kecakapan menulis puisi, tak ada data yang jelas, misalnya apakah ia mewarisi bakat seni dari orangtuanya atau ada kerabatnya yang jadi seniman. Ia hanya mengatakan dalam blog itu, bahwa “saya suka membaca apa saja sebagai ilmu dan pengetahuan, membuat dan mendengar kata-kata mutiara, puisi, sangat menyenangi dan mengetahui, hal-hal tentang kesehatan, kecantikan, fashion dan juga perjalanan-perjalanan ataupun tempat wisata yang menarik…” Jadi, boro-boro kita bisa menemukan jawaban, kenapa ia bisa menulis puisi dalam bahasa Indonesia sementara ia juga saat ini tinggal bersama suaminya di Taiwan.
-
Apakah ini berarti ia menulis puisi dengan bermodalkan bakat alam? Tak jelas. Yang pasti, bakat kepengarangannya, cocok dengan bunyi sebuah ramalan yang dibacanya (kemudian dicatat baik-baik di halaman FB-nya). Menurut ramalan itu, ia cocok di dalam pekerjaan sebagai pengarang, atlit, penerbit, serta dapat pula sebagai mubaliq. Perhatikan, kata ‘pengarang’ itu.
.
Dan yang jelas menakjubkan, sebagai orang kelahiran Semitau, yang menyelesaikan D3 di ABA di Pontianak, sempat merantau ke Brunai Darusalam sebagai TKI (hanya sebentar) dan tinggal di Taiwan, bahasa Indonesianya memang terbilang cukup memadai, meski tentu saja vocabulary-nya tidak sekaya orang yang hidup dengan tradisi berbahasa Indonesia. Tapi justru di situlah keunggulan Kwek Li Na sebagai penyair berbahasa Indonesia. Kata, frasa, majas dan metafornya bersahaja. Tak ada kesan bermegah-megah dalam membangun imaji-imaji puitik dengan kata-kata arkaik atau sebaliknya kata-kata dahsyat yang melambung-lambung seperti halnya banyak dilakukan penyair modern masa kini. Pesannya lugas, tidak ruwet, dan kaya dengan perumpamaan-perumpamaan cerdas yang mengingatkan saya pada puisi-puisi Cina klasik.
-
Buku ini memuat sebanyak 107 puisi Kwek Li Na. Melalui buku ini diharapkan Anda bisa lebih dalam mengenali anak kelahiran Semitau itu secara lebih utuh sebagai penyair.
-
Selamat membaca!
Jakarta, 17 Agustus 2010
[1] Penyunting buku, dan penyair.
Kata pengantar Kurniawan Junaedhie dalam buku kump. puisi "Bunga Rindu Di Sandaran Bintang" karya Kwek Li Na
Saya menemukan nama Kwek Li Na hampir setahun lalu ketika saya sedang menyiapkan buku antologi puisi perempuan yang menulis puisi di Facebook. Siapa Kwek Li Na? Nama ini terus terang saja nyaris jarang dipercakapkan dalam perbincangan sastra di kota saya, Jakarta. Tapi orang ini, ternyata sangat produktif menulis puisi di halaman Facebook. Siapa Kwek Li Na?
-
Dalam blognya, ia menulis: Saya bermarga Kwok (baca dalam bahasa Mandarin) atau Kwek (baca dalam bahasa Hokkien). Bernama Li Na. Dalam bahasa mandarin penulisannya 郭 莉 娜 . Yang berarti, sekuntum melati yang putih, indah, harum mewangi. Kenapa bukan Mawar? Mengutip pepatah, ia mencoba menghibur diri bahwa, wanita tak perlu secantik mawar, cukuplah secantik melati yang tak berduri.
-
Dia lahir di Semitau, Kalimantan Barat, dengan nama panggilan, A Ling, nama kecil, sekaligus nama yang dikenal keluarga dan teman-teman dekatnya. Dimanakah Semitau? Kalau kita menyimak literatur, maka daerah itu merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Bahasa aslinya, adalah bahasa Dayak. Orangtuanya sendiri berbahasa Khek dan di rumah ia lebih banyak berbahasa Dayak Kapuas Hulu. Dengan demikian, ketika ia menulis puisi dalam bahasa Indonesia, bisa dipastikan ia menulis puisi tidak menggunakan bahasa ibunya.
-
Jadi darimana A Ling punya kecakapan menulis puisi, tak ada data yang jelas, misalnya apakah ia mewarisi bakat seni dari orangtuanya atau ada kerabatnya yang jadi seniman. Ia hanya mengatakan dalam blog itu, bahwa “saya suka membaca apa saja sebagai ilmu dan pengetahuan, membuat dan mendengar kata-kata mutiara, puisi, sangat menyenangi dan mengetahui, hal-hal tentang kesehatan, kecantikan, fashion dan juga perjalanan-perjalanan ataupun tempat wisata yang menarik…” Jadi, boro-boro kita bisa menemukan jawaban, kenapa ia bisa menulis puisi dalam bahasa Indonesia sementara ia juga saat ini tinggal bersama suaminya di Taiwan.
-
Apakah ini berarti ia menulis puisi dengan bermodalkan bakat alam? Tak jelas. Yang pasti, bakat kepengarangannya, cocok dengan bunyi sebuah ramalan yang dibacanya (kemudian dicatat baik-baik di halaman FB-nya). Menurut ramalan itu, ia cocok di dalam pekerjaan sebagai pengarang, atlit, penerbit, serta dapat pula sebagai mubaliq. Perhatikan, kata ‘pengarang’ itu.
.
Dan yang jelas menakjubkan, sebagai orang kelahiran Semitau, yang menyelesaikan D3 di ABA di Pontianak, sempat merantau ke Brunai Darusalam sebagai TKI (hanya sebentar) dan tinggal di Taiwan, bahasa Indonesianya memang terbilang cukup memadai, meski tentu saja vocabulary-nya tidak sekaya orang yang hidup dengan tradisi berbahasa Indonesia. Tapi justru di situlah keunggulan Kwek Li Na sebagai penyair berbahasa Indonesia. Kata, frasa, majas dan metafornya bersahaja. Tak ada kesan bermegah-megah dalam membangun imaji-imaji puitik dengan kata-kata arkaik atau sebaliknya kata-kata dahsyat yang melambung-lambung seperti halnya banyak dilakukan penyair modern masa kini. Pesannya lugas, tidak ruwet, dan kaya dengan perumpamaan-perumpamaan cerdas yang mengingatkan saya pada puisi-puisi Cina klasik.
-
Buku ini memuat sebanyak 107 puisi Kwek Li Na. Melalui buku ini diharapkan Anda bisa lebih dalam mengenali anak kelahiran Semitau itu secara lebih utuh sebagai penyair.
-
Selamat membaca!
Jakarta, 17 Agustus 2010
[1] Penyunting buku, dan penyair.
Kata pengantar Kurniawan Junaedhie dalam buku kump. puisi "Bunga Rindu Di Sandaran Bintang" karya Kwek Li Na
Tidak ada komentar:
Posting Komentar